Selasa, 18 Maret 2014

USAHA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA


A.      Latar Belakang Masalah Irian Barat
-          Berdasarkan kesepakatan KMB tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan pengakuan kedaulatan negara Indonesia sebagai Republik Indonesia Serikat (RIS).
-          Belanda mengingkari kesepakatan KMB tentang penyelesaian masalah Irian Barat yang rencananya akan dilaksanakan 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan.
-          Belanda justru memperkuat pertahanan militernya dan menyebarkan isu anti-Indonesia terhadap penduduk Irian Barat.

B.      Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Merebut Irian Barat
1.    Perjuangan Diplomasi (perundingan)
a.    Perjuangan diplomasi dengan Belanda
-          Belanda memasukkan Irian Barat sebagai bagaian wilayah kerajaannya sehingga perjuangan diplomasi bilateral  mengalami kegagalan.
b.      Perjuangan diplomasi di forum PBB
-          Indonesia kalah suara dalam sidang umum PBB karena jumlah negara Asia-Afrika yang menjadi angggta PBB belum sebanyak sekarang
c.       Perjuangan diplomasi di KAA
-          Melaksanakan rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta pada tanggal 18 Nov 1957.

2.    Konfortasi politik
a.       Pembatalan perjanjian KMB
-          Pembatalan perjanjian KMB dilakukan secara sepihak oleh Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1956 pada tanggal 3 Mei 1956.
b.      Pembentukan provinsi Irian Barat
-          Provinsi Irian Barat dibentuk tanggal 17 Agustus 1956 oleh Kabinet Ali Sastroamidjoyo.
-          Ibu kota berada di Kota Soa Sui, Tidore, Maluku Utara dan sebagai Gubernur adalah Zainal Abidin Syah dari Kesultanan Ternate.
c.       Pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda
-          Terjadi pada tanggal 17 Agustus 1960 dalam pidato Presiden Soekarno yang berjudul “Jalannya Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun dari Langit.”

3.       Konfrontasi Ekonomi
-          Hasil rapat umum gerakan pembebasan Irian Barat tanggal 2 Desember 1957 rakyat dan pemerintah melaksanakan aksi konfrontasi sebagai berikut:
i.      Mogok masal para buruh yang kerja di perusahaan Belanda.
ii.     Melarang beredarnya segala bentuk terbitan dan film yang berbahasa Belanda.
iii.   Pengambilalihan (nasionalisasi) perusahaan milik Belanda di Indonesia.
iv.   Memecat warga negara Belanda yang bekerja di pemerintahan Indonesia.
v.    Membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
-          Pemerintah mengularkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 tahun 1957 tentang Pengambilalihan (nasionalisasi) perusahaan milik Belanda di Indonesia.
-          Perusahaan Belanda yang akan diambilalih yaitu: Perusahaan listrik Philips, Bank Escompto, Percetakan de Unie, Nederlandsche Handel Maatschappij (Bank Dagang Negara), serta perusahaan perkebunan dan pertambangan.
-          Melarang seluruh pesawat terbang KLM milik Belanda untuk terbang dan mendarat di Indonesia.

4.       Konfrontasi bersenjata (militer)
a.       Tri Komando Rakyat (Trikora)
-          Latar belakang Trikora adalah Belanda mencoba menjadikan masalah Irian Barat sebagai masalah di forum PBB sebagai koloni yang akan dimerdekakan (dekolonisasi).
-          Presiden Soekarno mencanagkan  Tri Komando Rakyat (Trikora) pada tanggal 19 Desember 1961 saat pidato rapat raksasa di Jogjakarta dalam rangka pembebesan Irian Barat.
-          Isi Trikora:
i.      Gagalkan pembentukan negara boneka bentukan Belanda
ii.     Kibarkan sang merah putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
iii.   Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air Indonesia

b.      Komando Mandala
-          Komando Mandala merupakan realisasi dari Trikora yang dibentuk oleh Presiden Soekarno pada tanggal 2 Januari 1962 di Ujung  Pandang (Makasar).

Pasukan Komando Mandala

-          Tugas Komando Mandala:
i.      Merencanakan persiapan dan menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan mengembalikan Provinsi Irian Barat ke dalam kuasaan NKRI.
ii.     Mengembangkan situasi militer di wilayah Provinsi Irian Barat, yakni:
o  Sesuai dengan taraf-taraf perjuangan diplomasi.
o  Dilaksanakan sesingkat-singkatnya di wilayah Provinsi Irian Barat secara de facto dan dapat menciptakan daerah-daerah bebas atas unsur kekuasaan pemerintahan RI.
-          Panglima Komando Mandala: Mayjend. Soeharto, wakil panglima I: Kol. (laut) Subono, wakil panglima II: Kol. (udara) Leo Wattimena, dan kepala staff gabungan: Kol. Achmad Tahir.
-          Tiga fase strategi operasi militer Komando Mandala:
i.      Fase infltrasi: memasukkan 10 kompi tentara ke Provinsi Irian Barat samapi akhir tahun 1962 dan mengajak raktyat irian Barat untuk ikut membebaskan wilayah :
o  Fak-fak dan Kaimana dengan operasi banteng
o  Sorong dan Terminabuan dengan operasi serigala
o  Marauke dengan operasi naga
o  Sorong, Kaimana, dan Marauke dengan operasi jatayu
ii.     Fase eksploitasi: serangan terbuka mulai tahun 1963 terhadap pangkalan militer musuh dan semua pos pertahanan musuh yang penting.

o   Operasi serangan terbuka tersebut dinamakan Operasi Jayawijaya dengan membentuk Angkatan Tugas Amfibi 17 yang terdiri dari tujuh gugus tugas yang dipimpin oleh Kol. Sudomo, sedangkan Angkatan Udara membentuk enam kesatuan tempur baru.
o   Operasi Jayawijaya belum sempat dimulai karena padda tanggal 15 Agustus 1962 tercapai persetujuan perundingan antara RI dan Belanda di markas Besar PBB. Sehingga pada tanggal 18 Agustus 1962 terjadi genjatan senjata.
iii.   Fase konsolidasi: menegakkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian Barat mulai awal tahun 1964.

c.       Peristiwa Laut Aru
-          Pada awal fase infiltrasi di Laut Aru (sebelah barat daya Irian Barat) terjadi pertempuran antara tiga Motor Torpedo Boat (MTB) milik Indonesia dengan kapal perusak dan fregat milik Belanda.
-          Pada tanggal 12 Januari 1962 kesatuan patroli cepat yang dipimpin oleh Kapten Wiratno melakukan patroli rutin di Laut Arafuru yang terdiri dari tiga buah MTB yaitu:
o   MTB Macan Tutul yang dikomandoi oleh Kapten Wiratno dan Komodor Yosafat Sudarso (Yos Sudarso).
o   MTB Harimau yang dikomandoi oleh Kolonel Sudomo.
o   MTB Macan Kumbang yang dikomandoi pejabat lainnya.

MTB KRI Macan Tutul
sumber: id.wikipedia.org

-          Pada tanggal 15 Januari 1962 rombongan patroli Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) tiba di Laut Aru, secara tiba-tiba diserang oleh kapal perusak dan kapal fregat yang dipandu oleh pesawat terbang Neptune dan Firefly milik Belanda.

Firefly


Neptune


-          MTB Macan Tutul yang dikomdaoi oleh Yos Sudarso melakukan manufer, sehingga pihak Belanda hanya memperhatikan MTB Macan Tutul dan KMB yang lain dapat meloloskan diri. Mendapat serangan yang bertubi-tubi menyebabkan MTB Macan Tutul terbakar dan tenggelam sehingga menggugurkan Kapten Wiratno, Yos Sudarso, dan beberapa awak kapal menjadi pahlawan pembebasan Irian Barat.

Komodor Yos Sudarso

C.      Akhir Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Merebut Irian Barat
1.       Persetujuan New York
-          Latar belakang: pertempuran terbuka antara Indonesia dan Belanda untuk saling mempertahankan Irian Barat dapat diketahui dunia internasional.
-          Diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker mengamati kesungguhan Indonesia dalam memperjuangkan Irian Barat. Ia mengajukan Rencana Bunker yang berisi:
o   Pemerintahan Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia.
o   Rakyat Irian Barat diberikan kebebasan untuk memilih tetap berada dalam wilayah RI atau memisahkan diri.
o   Pelaksanaan penyerahan Irian Barat diselesaikan dalam waktu dua tahun.
o   Diadakan masa pengalihan selama satu tahun di bawah pemerintahan PBB untuk menghindari bentrok fisik dan pemulangan militer dan pegawai Belanda.
-          Pada tanggal 15 Agustus 1962 di Markas PBB New York diadakan penandatangan perjanjian antara RI dan Belanda menyelesaian masalah Irian barat yang dikenal dengan Perjanjian New York yang berisi:
o   Belanda menyerahkan Irian Barat kepada pemerintahan sementara PBB United Nations Temporary Authority (UNTEA) dan penurunan bendera Belanda diganti dengan bendera PBB selambat-lambatnya 1 Oktober 1962.
o   Tenaga-tenaga dari Indonesia (sipil dan militer), putra-putri Irian Barat, dan sisa-sisa pegawai Belanda yang masih diperlukan akan digunakan oleh pemerintahan sementara PBB.
o   Pasukan Indonesia yang sudah berada di Irian Barat diizinkan untuk tetap tingal di Irian Barat, tetapi statusnya tetap di bawah pemerintahan sementara PBB.
o   Angkatan perang Belanda akan dipulangkan berangsur-angsur dan yang belum dipulangkan berada di bawah pengawasan PBB.
o   Diberlakukannya lalu-lintas bebas antara irian Barat dengan wilayah Indonesia lainnya.
o   Pada tanggal 31 desember 1962, bendera Indonesia mulai dikibarkan berdampingan dengan bendera PBB.
o   Pemulangan angota sipil dan militer Belanda harus sudah diselesaikan paling lambat tanggal 1 mei 1963 dan secara remsi Indonesia menerima pemerintahan Irian Barat.
-          Sebagai tindak lanjut Perjanjian New york, pemerintahan Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (Papera) sebelum akhir tahun 1969.
-          Pemerintahan sementara PBB UNTEA pimpinan Jalal Abdoh dari Iran membentuk pasukan keamanan PBB United nations Security Forces (UNSF). UNSF yang dipimpin oleh Brigjend. Said Uddin Khaan dari Pakistan bertujuan untuk menjamin keamanan di Irian Barat.

2.       Penyerahan kekuasaan Irian Barat kepada Indonesia
-          Penyerahan kekuasaan pemerintahan secara resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1963 di Kota Baru/Holandia (Jayapura).
-          Komando Mandala dibubarkan pada hari yang sama dengan tugas terakhir yaitu Operasi Wisnumurti yang bertujuan untuk menyelenggarakan penyerahan kekuasaan pemerintahan Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI.

3.       Penentuan Pendapat Rakyat Irian Barat (Papera)
-          Diselenggarakan tanggal 14 Juli – 4 agustus 1969 di bawah tanggung jawah pemerintah RI dengan tata cara:
o   Pelaksanaan Papera dilaksanakan dengan musyawarah dan mufakat.
o   Pelaksanaan Papera dilaksanakan di setiap kabupaten di Irian Barat.
o   Pembentukan Dewan Musyawarah Pepera (DMP) dan utusan di setiap kabupaten.
o   Jumlah DMP sebanding dengan jumlah penduduk di masing-masing kabupaten.
o   Setiap 750 jiwa memiliki 1 orang wakil DMP atau setiap kabupaten memiliki minimum 75 orang dan maksimum 175 orang anggota DMP.
-          Penentuan pendapat rakyat (Papera) dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
o   Tahap I: Konsultasi tata cara penyelenggaraan Papera dengan dewan kabupaten di Kota Jayapura tanggal 24 Maret 1969.
o   Tahap II: Pemilihan Dewan Musyawarah Papera (DMP) yang berakhir Juni 1969.
o   Tahap III: Melaksanaka Papera mulai dari Kabupaten Marauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura.
-          DMP dengan suara bulat memutuskan bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari Republik Indonesia.
-          Hasil Papera dibawa oleh utusan Duata Besar PBB Ortis Sanz ke New York untuk dilaporkan dalam Sidang Umum PBB ke-24 pada tanggal 29 November 1969.
-          Sidang Umum PBB ke-24 menyetujui resolusi Belanda, Malaysia, Thailand, Belgia, Luksemburg, dan Indonesia tentang harapan agar Sidang Umum PBB menerima hasil-hasil papera sesuai dengan perjanjian New York.

Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banten

TRAGEDI NASIONAL PERISTIWA MADIUN PKI, DI/TII, G 30 S/PKI, DAN KONFLIK-KONFLIK INTERNAL LAINNYA

Add caption
Pasca Proklamasi Kemerdekaan, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai dan sangat berat. Mengapa? Sebab menghadapi dua musuh dalam perjuangan. Di satu sisi harus berjuang mem-pertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan NICA. Sementara disisi lain harus menghadapi tindakan makar dari gerakan separatis. Mereka menikam dari belakang, di saat bangsa membutuhkan kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan. Tindakan makar itu tidak bisa dibiarkan, harus ditumpas. Berkat kesigapan TNI yang didukung rakyat, akhirnya pemberontakan dapat ditumpas. Agar kalian lebih jelas, ikutilah pembahasan berikut ini!

A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948


Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta. 

Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan 
Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.

B. Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)

1. DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat

Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia harus meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah S.M. Kartosuwiryo beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tentara dan pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang cukup luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen), Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan tokohnya Kahar Muzakar. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 12.1 berikut.

C.Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pada masa pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan yang mengguncang stabilitas politik dalam negeri. Pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), pemberontakan Andi Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Lihat tabel 12.2 berikut   .




























D. Konflik onflik Internal Hubungan Pemerintah Pusat – Daerah dan Dampaknya terhadap Munculnya Pergolakan dan Pemberontakan Daerah

Sejak pemerintahan kabinet Ali II, muncul berbagai masalah mengenai hubungan pusat dan daerah. Beberapa masalah yang timbul yaitu sebagai berikut:
1. Sikap tidak senang terhadap pemerintah pusat, terutama di Sumatra dan Sulawesi. Mereka merasa tidak puas dengan alokasi biaya pembangunan yang diterima dari pusat.
2. Terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemerintah pusat. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sekitar tahun 1957 memang tidak harmonis. Ketidakharmonisan ini terlihat dengan munculnya berbagai pergolakan di daerah. Di samping itu ada beberapa daerah yang berusaha melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerakan yang berusaha lepas dari NKRI disebut gerakan sparatis. Beberapa contoh gerakan yang menentang pemerintah pusat misalnya, Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan Dewan Garuda, yang kemudian berkembang menjadi PRRI/Permesta.

1. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.

a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.
Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara. Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah melancarkan operasi militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi militer tersebut.
a. Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel
Ahmad Yani untuk wilayah Sumatra Tengah. Selain untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga dimaksudkan untuk mencegah agar gerakan tidak meluas, serta mencegah turut campurnya kekuatan asing.
b. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya mengamankan Riau, dengan pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing di daerah tersebut dan mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya.
c. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara yang dipimpin Brigjen Djatikusumo.
d. Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan daerah Sumatra Selatan.
Akhirnya pimpinan PRRI menyerah satu per satu. Misalnya Ahmad Hussein tanggal 29 Mei 1961 melaporkan diri beserta pasukannya, dan diikuti yang lain. Dengan demikian pemberontakan PRRI dapat dipadamkan.

2. Pemberontakan Permesta

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f.  Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.

E. Peristiwa Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965

1. Kondisi Politik Menjelang G 30 S/PKI


Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih  tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. 

2. Seputar Penculikan Para Jenderal AD, Usaha Kudeta, dan Operasi Penumpasan

Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan 30 S/PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang di Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi. 

Berikut ini para korban keganasan PKI.
a. Di Jakarta
1) Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2) Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3) Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4) Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5) Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6) Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
7) Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8) Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b. Di Yogyakarta
1) Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2) Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.

Jenderal Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu ajudannya ditangkap. Ajudan Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih hidup dibawa menuju Halim. Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam. Sejumlah anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di Lubang Buaya. Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang Buaya dibangun Monumen Pancasila Sakti. Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah Yogyakarta. Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh oleh kaum pemberontak di Desa Kentungan. Pagi hari sekitar jam 07.00 WIB Letkol Untung berpidato di RRI Jakarta. Dalam pidatonya, Letkol Untung mengatakan bahwa “Gerakan 30 September” adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi Presiden Soekarno dari kudeta. Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang terdiri atas jenderal-jenderal Jakarta yang korup yang menikmati penghasilan tinggi dan menjadi kaki tangan CIA (Agen Rahasia Amerika). Setelah mendengar pidato Letkol Untung di RRI, timbul kebingungan di dalam masyarakat. Presiden Soekarno berangkat menuju Halim. Presiden mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan, serta menjaga persatuan. Diumumkan pula bahwa pimpinan Angkatan Darat untuk sementara waktu berada langsung di tangan presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Selain itu melaksanakan tugas seharihari ditunjuk Mayjen Pranoto. Namun, di saat yang sama, tanpa sepengetahuan presiden Mayjen Soeharto mengangkat dirinya sebagai pimpinan AD.

3. Penumpasan G 30 S/PKI

Pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua panglima angkatan ke Istana Bogor. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah penyelesaian peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden menetapkan kebijaksanaan berikut.
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto
Berikut ini penumpasan G 30 S/PKI dari aspek militer. Lihat tabel 12.3

4. Dampak Sosial Politik dari Peristiwa G 30 S/PKI

Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar