Selasa, 15 April 2014

Makna dan Fungsi Dua Kalimah Syahadat


Dua kalimat syahadat yaitu :

 أشهد أن لا لإله لإلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Sebagiamana yang telah kita maklumi adalah termasuk Rukun Islam yang pertama, tetapi akhir-akhir ini muncul pemikiran atau pertanyaan :
Sudahkah anda masuk Islam ? Kapan anda masuk Islam ? Kapan anda mengikrarkan dua kalimat syahadat secara formal  ? Di depan siapa anda ikrarkan dua kalimat syahadat ? Dan siapa yang menyaksikannya ?
Dengan demikian, sahkah ke-Islaman anda ? atau hanya Islam turunan saja, tanpa melalui proses keIslaman yang sah.
Pertanyaan tersebut di atas sungguh menggugah , tidak jarang orang yang sudah biasa melaksanakan syare’at Islam seperti shalat, zakat, shaum dan yang lainnya, kembali mempertanyakan keislaman dirinya karena dirinya sadar belum menyatakan ikrar dua kalimat syahadat yang formal di depan Imam. Berarti keabsahan keislamannya masih dipertanyakan.
Masalah ini adalah terhitung masalah yang penting untuk dikaji kembali, karena merupakan masalah yang mendasar sekali yang menyangkut sah dan tidak sahnya keislaman seseorang.
Maka di bawah ini, Penulis akan menyajikan masalah-masalah yang bertalian dengan dua kalimat syahadat, baik makna atau fungsi dua kalimat syahadat, dan kriteria keislaman seseorang.
MAKNA SYAHADAT
SYAHADAT adalah bentuk masdar dari شهد يشهد   . secara lugowi lafad syahadat mempunyai beberapa arti, diantaranya :
البيان  : Penjelasan atau Keterangan, oleh karena itu seorang saksi disebut BAYYINAH karena ia menjelaskan hak terdakwa.
الرؤية  : Melihat, baik dengan mata kepala atau dengan mata hati.
Seperti dalam Al-Qur’an فمن شهد منكم الشهر فليصمه , maka bagaimana yang menyaksikan (melihat) hilal maka hendaklah berpuasa.
Menurut Ar-Razi : SYAHADAH, MUSYAHADAH dan SYUHUD artinya melihat,
 شاهد كذا إذا رأيته وأبصرته .
kemudian mengingat antara melihat dengan mata dan melihat dengan hati ada hubungan yang kuat, maka pengetahuan yang ada dalam hati juga disebut MUSYAHADAH atau SYUHUD, dan orang yang memiliki pengetahuan tentang sesuatu disebut SYAHID atau MUSHAHID. (Al-Qasimi 2 : 281)
c. الحضور مع المشاهدة  : Hadir dengan ikut terlibat melaksanakan, seperti dalam hadits : شهدت الأضحى   (aku menyaksikan ‘Idul Adha) artinya menyaksikan dan turut serta melaksanakan, bukan hanya melihat saja.
d. الحضور المجرد  : Melihat saja atau menyaksikan. Contoh dalam Al-Qur’an :
وليشهد عذابهما طائفة من المؤمنين … النور,   (dan hendaklah menyaksikan penyiksaan keduanya (laki-laki dan perempuan yang berzina) sekelompok orang yang beriman.
Demikian pula ungkapan شهد تلفزي  artinya: nonton televisi. Dan oleh karenanya orang yang menyaksikan sesuatu disebut SYAHID.
e. قول صادر عن علم حصل بمشاهدة بصيرة أو بصر. (الراغب  ص  275)  
“ Ucapan yang lahir atas dasar ilmu dan keyakinan sebagai hasil pemikiran atau penglihatan sebagaimana dalam hadits : الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله  
“ Islam itu adalah engkau mengakui (atas dasar ilmu) bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah”.
جار مجرى القسم  : “ Semakna dengan sumpah “.
Jadi makna أشهد    itu artinya : Aku bersumpah. Seperti ungkapan  أشهد بالله أن زيدا منطلق
“ Aku bersumpah dengan nama Allah bahwa Zaid itu pergi “.
Demikianlah diantara beberapa arti شهد يشهد  , tentu saja untuk mengartikan atau memilih salah satu artinya dalam suatu ungkapan tergantung konteknya dalam kalimat. Maka untuk mengartikan dua kalimah syahadah, arti yang tepat adalah sebagaimana dalam bagian (E), yaitu ucapan yang lahir atas dasar ilmu dan keyakinan, ialah :
أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله
“ Aku yakin (dengan sepenuh hati) bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, Dan Aku yakin (dengan sepenuh hati) bahwa Muhammad adalah Rasulullah “.
Karena kalau أشهد   diartikan; Melihat, Menjelaskan atau menyaksikan, tentu saja tidak tepat. Sementara umumnya masih mengartikan dua kalimah syahadah dengan : “ Aku bersaksi bahwa …………… “. Hal ini mungkin berdasarkan arti شهد   itu menyaksikan, padahal menurut hemat Penulis kurang tepat. Wallahu ‘Alam
  • FUNGSI DUA KALIMAH SYAHADAT

Sudah sama-sama maklum, bahwa dua kalimah syahadat itu adalah sebagai Rukun Islam yang pertama, tetapi disamping itu juga banyak fungsi dan penggunaan dua kalimah syahadat, sebagaimana yang terdapat dalam hadits, diantaranya :
Bacaan (do’a) setelah wudlu
Termasuk lafad adzan
Sebagai muqoddimah dalam khutbah
Bacaan dalam Tasyahud dan yang lainnya
Tetapi yang ingin Penulis sajikan disini adalah sehubungan ada pendapat atau pemikiran dimana seseorang baru dianggap sah keislamannya jika ia telah menyatakan atau ikrar dua kalimah syahadat dengan resmi dihadapan seorang Imam, karena dua kalimah syahadat itu adalah kunci untuk masuk Islam. Oleh karenanya, sekalipun seseorang telah melaksanakan shalat, shaum, haji atau perintah agama yang lainnya, maka tetap belum dianggap sah keislamannya jika belum melalui pengikraran dua kalimah syahadat yang resmi di hadapan Imam atau yang paling juga disebut MUSLIM KUMPUL KEBO atau Islam turunan.
Dibawah ini akan Penulis sajikan alasan-alasan mereka yang mengharuskan ikrar lagi dua kalimah syahadat di sepan Imam.
ALASAN-ALASAN BAHWA MESTI IKRAR DUA KALIMAH SYAHADAT
DI DEPAN IMAM DAN BANTAHANNYA
Ada beberapa alasan yang dijadikan dasar keharusan ikrar dua kalimah syahadat secara resmi di depan Imam, diantaranya :
 ادخلوا فى السلم كافة. الأية
“ Hendaklah kamu sekalian masuk Islam secara keseluruhan”.
Ayat ini memerintahkan untuk masuk Islam dengan pengertian; masuk itu tentu melalui pintu, pintu itu mempunyai kunci, kunci untuk masuk Islam adalah dua kalimah syahadat. Dengan demikian, ikrar dua kalimah syahadat secara resmi, formal adalah syarat mutlak untuk menentukan keabsahan seseorang sebagai seorang muslim.
BANTAHAN
Ayat tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut :
ياأيها الذين أمنوا ادخلوا فى السلم كافة ولا تتبعوا خطوات الشيطان  إنه لكم عدو مبين. البقرة 208
“ Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu sekalian kedalam Islam secara keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagi kamu”. Q.S. Al-Baqoroh : 208
Kalau kita perhatikan, ayat tersebut ternyata sudah dimulai dengan ungkapan ياأيها الذين أمنوا  “Wahai orang-orang yang beriman”, berarti yang diperintah untuk masuk kedalam Islam itu adalah orang telah beriman kepada Allah dan RasulNya, bukan orang yang masih kafir. Berarti, mana mungkin perintah ادخلوا   itu diartikan dengan masuk Islam dan ikrar dua kalimah syahadat di depan Imam.
Adapun maksud ادخلوا   disitu tekanannya adalah masuk Islam secara kaffah jangan sepotong-potong, atau sebagian syari’at Islam diterima sebagian lainnya ditolak.
Untuk lebih jelasnya akan Penulis sajikan secara rinci maksud ayat tersebut dalam bab yang khusus. Insya Allah
Firman Allah ta’ala :
فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون. آل عنران : 64
“ Maka katakanlah ! bersaksilah kamu bahwa kami adalah orang muslim”. Q.S. Ali Imran : 64
Maksud ayat ini (menurut mereka) adalah perintah untuk bersaksi bahwa kita adalah seorang muslim, yaitu dengan menyatakan diri secara resmi bahwa kita adalah orang Islam yang realisasinya tentu saja dengan mengucapkan dua kalimah syahadat di depan Imam.
JAWABAN
Ayat tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut :
قل ياأهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم أن لا نعبد إلا الله ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون الله, فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون. آل عنران : 64
Katakanlah “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang sama yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka (Ahli Kitab) berpaling, maka katakanlah kepada mereka “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). Q.S. Ali Imran : 64
Kandungan ayat tersebut adalah ajakan dari Nabi kepada Ahli Kitab untuk berpegang kepada Kalimatun Sawaa (ketetapan yang sama) atau prinsip-prinsip yang semestinya tidak ada perselisihan diantara orang Islam dan Ahli Kitab, yaitu bahwa :
Tidak menyembah kecuali kepada Allah;
Tidak menyekutukan Allah kepada apapun atau siapapun;
Tidak menjadikan sebahagian kita terhadap sebahagian yang lain sebagai Tuhan.
(Seperti halnya Yahudi menganggap UZER sebagai anak Allah atau Nasroni menganggap Isa itu Anak Allah).
Tetapi jika mereka Ahli Kitab berpaling yaitu tidak mau menerima ajakan tersebut maka katakanlah oleh kamu (orang yang Islam) kepada mereka Ahli Kitab “Saksikanlah atau akuilah oleh kamu (Ahli Kitab bahwa kami adalah orang Islam yaitu orang yang berserah diri kepada Allah.
Maka dilihat dari konteks ayat tersebut bahwa anjuran untuk menyatakan dua kalimah syahadat di depan Imam, tetapi perintah untuk mengatakan atau menyampaikan kepada Ahli Kitab (orang kafir) bahwa kami adalah orang Islam, jika sikap kami berbeda adalah hal yang logis karena diantara kita telah berbeda prinsip dan bersimpang jalan.
Kemudian khitob atau perintah dalam kalimat أشهدوا   itu ialah “Saksikanlah oleh kamu orang kafir “,               بأنا مسلمون  bahwa kami adalah orang Islam.
Dengan demikian, sungguh jauh panggang dari api jika ayat tersebut dijadikan dalil harus ikrar dua kalimah syahadat secara resmi di depan Imam sebagai bukti atau tanda sahnya keislaman.
Jika pengertian فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون  diartikan ikrar keislaman dengan mengucapkan dua kalimah syahadat pada awal memasuki agama Islam, ini berarti   تحصيل الحاصل  yaitu; menyuruh ikrar dua kalimah syahadat kepada mereka yang telah beriman .
Dengan kata lain sama dengan perintah masuk Islam kepada mereka yang telah memeluk agama Islam atau seperti menyuruh mandi kepada orang yang telah mandi, menyuruh berpakaian kepada mereka yang telah memakai pakaian.
Demikian pula maksud ayat yang semakna dengan ayat diatas, yaitu :
فلما أحس عيسى منهم الكفر قال من أنصارى إلى الله قال الحواريون نحن أنصار الله أمنا بالله واشهد بأنا مسلمون. آل عمران : 52
“ Maka tatkala ‘Isa mengetahui keinginan mereka (Bani Israil), berkatalah dia : Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakan agama) Allah ? para Hawariyyun (sahabat-sahabat setia ‘Isa) menjawab : “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri “.
ayat tersebut juga tidak bisa dijadikan dalil bahwa ucapan dua kalimah syahadat mesti diucapkan dengan formal dan disaksikan Imam, mengingat :
a. Ucapan واشهد بأنا مسلمون  bukan berarti ikrar untuk menerima ajakan atau da’wah ‘Isa, karena mereka orang-orang yang telah beriman kepada Nabi ‘Isa. Hal ini dibuktikan dengan ucapan mereka أمنا بالله   (kami telah beriman kepada Allah).
b. Mereka itu adalah “Hawariyyun”, ialah sahabat setia ‘Isa yang siap untuk membela ‘Isa dalam keadaan bagaimanapun, bukan mereka yang baru masuk ajaran ‘Isa.
ALASAN KETIGA
Dianalogikan dengan Nikah
Maksudnya mereka yang berpendapat mesti ikrar dua kalimah syahadat di depan Imam sebagai bukti sah keislaman, menganalogikannya (mengqiyaskan) dengan Nikah.
Dimana dalam nikah ada “Ijab Qabul” pertikahan yaitu “Ijab” dari pihak wali ialah, kata-kata; Bapak nikahkan ana kepada anak bapak bernama A dengan mas kawin sekian.
“Qabul” dari pihak mempelai laki-laki yaitu ucapan; Saya terima menikah anak bapak bernama si A dengan nas kawin sekian.
Ijab Qabul diatas yaitu ikrar dari pihak bapak dan pernyataan menerima dari pihak mempelai laki-laki adalah termasuk Rukun Nikah yang menentukan sahnya pernikahan. Jika tidak ditempuh proses seperti diatas berarti tidak sah pertikahannya sekalipun cinta sama cinta dan lebih tepat disebut “Kumpul Kebo”.
Demikian pula jika proses memasuki Islam tidak melalui ikrar resmi dua kalimah syahadat di depan Imam, maka tidak sah keislamannya dan lebih tepat disebut “Muslim Kumpul Kebo” atau “Muslim Turunan”.
Demikianlah alasan mereka, dan dibawah ini Penulis sajikan jawabannya.
Jika masuk Islam dianalogikan dengan Nikah dalam arti baru sah dianggap nikah jika melalui proses Ijab Qabul, maka demikian pula dalam hal menjatuhkan Talaq, baru dianggap sah jika dilakukan dengan resmi menjatuhkan talaq terhadap istrinya.
Maka apakah mereka yang murtad (kufur dari Islam) baru dianggap sah murtadnya jika ia dengan resmi menyatakan keluar dari Islam dan disaksikan oleh yang lain,dan jika ia meninggalkan Rukun Islam padahal belum atau tidak dengan resmi menyatakan keluar dari Islam, apakah ia tetap saja dianggap seorang Muslim ?
Dalam hal nikah, boleh bermadu yaitu punya dua istri atau lebih.
Apakah dalam Islam boleh bermadu dalam kepercayaan, yaitu mempunyai dua aqidah yang berbeda atau lebih; seperti ya memeluk Islam ya memeluk Nasrani, Hindu atau Budha ?
 Dalam hal nikah, yang Ijab Qabul itu adalah Wali dan calon suami, sedangkan calon istri tidak mengucapkan apa-apa, Apakah sah dia sebagai istrinya padahal tidak ikrar apa-apa.
Bagaimana hal keislaman seseorang jika dianalogikan dengan nikah; Siapa Wali, siapa mempelai laki-laki dan siapa mempelai perempuan”.
Bagaimana menerapkan Rukun-rukun Qiyasnya, mana “Manqisnya” (yang diqiyaskan atau yang diserupakannya, mana “Manqis ‘Alaihnya” (yang diqiyasinya atau yang diserupainya, mana pula ‘Illat (persamaan hukumnya) dan bagaimana hukumnya ?
Dengan penjelasan diatas berarti tidak bisa menganalogikan masuk Islam kepada nikah karena tidak ada kesamaan diantara keduanya.
Dalam Qa’idah Ushul dinyatakan لا قياس مع الفارق , tidak ada qiyas jika terdapat perbedaan diantara keduanya, atau dengan kata lain tidak sah qiyas jika tidak memenuhi persyaratan qiyas.
ALASAN KEEMPAT
Untuk memasuki sekolah, baik itu SMP atau SMU, tentu saja harus diawali dengan pendaftaran dan setelah diterima, baru ikut belajar sebagai seorang siswa yang sah. Tidak bisa langsung masuk ke kelas kemudian ikut belajar.
Demikian pula masuk Islam, tentu harus diawali dengan proses ikrar dua kalimah syahadat yang resmi dihadapan “Imam”.
Bila tidak melalui proses ini dan langsung saja melakukan shalat atau shaum, maka hal ini seperti halnya orang yang langsung ikut belajar tanpa mendaftarkan lebih dulu. Dengan demikian keisamamnnya belum dianggap sah.
JAWABAN
Alasan tersebut diatas, yaitu menganalogikan masuk Islam dengan pendaftaran sekolah adalah alasan yang dibuat-buat, tidak berdasar sama sekali baik dari Qur’an, Sunnah atau sejarah.
Sebagaimana kita maklumi bahwa di jaman Nabi belum ada pendidikan yang formal yang harus mendaftar lebih dulu, sementara yang masuk Islam itu sudah banyak.
Kalau mau menagqiyaskan, tentu harus memenuhi persyaratan qiyas, diantaranya Far’u (cabang yang akan diqiyaskan), jangan mendahului Ashlu (pokok yang sudah baku).
Sebagai contoh; tidak boleh menggqiyaskan Talafud Binniyat dalam shalat kepada Haji, karena shalat lebih dulu disyare’atkan daripada Haji. Ditambah pula pendidikan formal itu sudah ditentukan programnya; seperti SMP 3 (tiga) tahun, SMU 3 (tiga) tahun.
Kalau sudah tamat, seterusnya bukan siswa lagi, Apakah demikian pula dalam masuk Islam ?, hanya untuk 3 (tiga) tahun dan kalau sudah tamat berarti bukan Muslim lagi ?
ALASAN KELIMA
Shalat, Shaum atau Haji ada ketentuannya; Bagaimana cara pelaksanaannya, bacaannya, waktunya atau ketentuan-ketentuan yang lainnya. Demikian pula syahadat yang merupakan salah satu Rukun Islam, bahkan Rukun Islam yang pertama, masa tidak ada ketentuannya atau bagaimana teknis pelaksanaannya .
JAWABAN 
Menentukan hukum sesuatu dalam Ibadah Mahdloh atau teknis  pelaksanaannya hendaklah berdasarkan dalil dari Qur’an dan Sunnah, entah shalat yang lima waktu.
Disamping hukumnya, teknis pelaksanaannya juga telah ditentukan agama berdasarkan sabda Nabi : صلوا كما رأيتمونى أصلى  (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat).
Menentukan cara yang tidak ditentukan oleh Nabi atau menyalahi cara yang telah dicontohkan oleh Nabi, itu salah dengan kata lain disebut Bid’ah. Demikian pula dalam pelaksanaan syahadat; Bagaimana caranya, berapa kali mengucapkannya, berapa orang yang mesti menyaksikannya dan di hadapan siapa mesti diucapkan.
Hal itu tidak diatur secara rinci dalam agama. Dengan demikian menentukan cara-cara tertentu dalam pengucapan dua kalimah syahadat adalah Bid’ah.
Kita maklum bahwa saksi dalam pelaksanaan zina hendaklah dihadirkan 4 (empat) orang saksi laki-laki, dalam pernikahan cukup dua orang saksi. Demikian pula dalam hal berhutang.
Hal itu semua adalah berdasarkan dalil, dari Qur’an dan Sunnah, sementara dalam hal yang tentu tidak terdapat dalilnya, tentu tidak bisa kita tentukan sendiri; seperti dalam hal pelaksanaan shalat, shaum atau zakat, tentu saja kita tidak bisa menentukan harus pakai saksi karena agama tidak menentukan hal itu.
KESIMPULAN
Tidak terdapat keterangan dalam agama untuk mengulang kembali ikrar dua kalimah syahadat di sepan “Imam” sebagai bukti sah keislamannya, apalagi teknis pelaksanaannya.
  •  KRITERIA KEISLAMAN SESEORANG

Islam artinya pasrah atau berserah diri, yaitu tunduk dan patuh kepada aturan dan ketentuan agama sebatas apa yang mampu ia lakukan.
Orang yang melaksanakan shalat, shaum atau syari’at yang lainnya atas dasar kesadaran bahwa itu perintah agama, maka dia adalah MUSLIM.
Juga bisa dianggap/dihukumi Muslim jika ia meninggal hendaklah dishalatkan sebagaimana orang yang dewasa. Demikian pula jika orang tuanya meninggal, ia berhak mendapatkan warisan.
Maka jika kriteria keislaman seseorang baru dianggap sah bila ia telah ikrar dua kalimah syahadat yang formal di depan Imam, berarti anak yang belum dewasa seperti diatas, tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tuanya; karena ada hadita yang menyatakan :
لا يرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم.
“ Tidak boleh seorang muslim menerima warisan dari seorang kafir, demikian pula yang kafir tidak boleh menerima warisan dari yang muslim”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar